ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan YME yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga
kami berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul ”Angka Kematian Ibu dan Bayi”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai
akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.
Pematangsiantar, April
2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
pengantar...................................................................................................... i
Daftar
isi ii
BAB I Pendahuluan.......................................................................................... 1
BAB II Pembahasan........................................................................................... 3
1.
Angka Kematian Ibu dan Bayi...................................................... 3
2.
Penyebab
Tingginya AKI di Indonesia......................................... 4
BAB III Kesimpulan dan saran........................................................................... 6
Daftar
Pustaka....................................................................................................... 7
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan bahwa angka kematian ibu (AKI)
dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia tinggi karena persalinan masih
banyak dilakukan di rumah dan usia ibu melahirkan yang terlalu muda.
Karena itu, kara Nafsiah Mboi di Jakarta, Senin (12/11/2012), Peringatan
Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2012 harus memberikan perhatian terhadap
kesehatan ibu dan anak karena kedua indikator MDGs itu masih jauh dari target
yang harus dicapai pada 2015.
"Negara kita besar sekali, jumlah ibu melahirkan juga terlalu banyak.
Walaupun KB sudah ada kemajuan tapi masih kurang, masih terlalu banyak ibu-ibu
yang melahirkan pada usia muda," kata Menkes pada peringatan Hari
Kesehatan Nasional.
Penyebab utama kematian pada ibu melahirkan adalah perdarahan dan infeksi
yang tidak tertolong karena banyak yang masih memilih untuk melahirkan di
rumah, tidak di rumah sakit atau puskesmas.
"Perdarahan ini banyak terjadi pada ibu usia muda, 15-16 tahun sudah
melahirkan. Kemudian biasanya di daerah yang cukup terpencil, jarak dari rumah
ke puskesmas jauh," kata Menkes.
B.
Rumusan Masalah
Di Indonesia data SDKI menyatakan AKB telah menurun dari 35 per 1.000
kelahiran hidup (2004) menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup (2007) sementara AKI
menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup (2004) menjadi 228 per 100.000
kelahiran hidup (2007).
Meski telah mengalami penurunan yang cukup banyak, indikator AKB dan AKI
dalam MDGs masih jauh dari target yang ditentukan dan harus dicapai pada 2015.
Pemerintah masih harus bekerja keras untuk mencapai target MDG sesuai
kesepakatan yaitu AKB 24 per 1.000 kelahiran hidup dan AKI 102 per 100.000
kelahiran hidup pada 2015.
Nafsiah mengatakan Kementerian Kesehatan menjalin kerja sama dengan pihak
lain seperti ormas dan dunia usaha untuk membantu pencapaian MDGs tersebut
misalnya melalui tempat ibadah agar membujuk ibu melahirkan untuk pergi ke
puskesmas.
"Ada ibu-ibu yang enggan ke puskesmas, ingin melahirkan di rumah. Ini
belum terjangkau sehingga kadang-kadang pertolongan terlambat. Ini kenapa
penting sekali melalui tempat ibadah untuk menyampaikan ke masyarakat agar
tidak terlambat," ujarnya.
Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti memaparkan pemerintah telah
melakukan terobosan-terobosan untuk menurunkan AKI dan AKB seperti penerapan
jaminan persalinan (Jampersal) maupun sistem penanggulangan kegawatdaruratan
terpadu (SPGDT).
"Sekarang ada yang kita sebut sister hospital, dimana rumah sakit di
daerah sulit seperti daerah terpencil atau perbatasan, dibantuk oleh sister
hospitalnya di kota besar, dengan mengirim tim lengkap ke daerah-daerah yang
angka kematian ibunya tinggi," kata Ghufron.
Sister hospital itu telah dilakukan oleh beberapa rumah sakit di kota besar
seperti Jakarta, Yogyakarta, Medan dan Makassar dan diharapkan Ghufron dapat
juga dijalankan oleh rumah sakit-rumah sakit lainnya.
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
angkakematian ibu.
2.
Mengetahui
angka kematian bayi.
3.
Mengetahui
penyebab tingginya angka kematian ibu
dan bayi.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Angka Kematian Ibu dan Bayi
Penurunan angka kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup masih terlalu
lamban untuk mencapai target Tujuan PembangunanMillenium (Millenium
Development Goals/MDGs) dalam rangka mengurangi tiga per empat jumlah
perempuan yang meninggal selama hamil dan melahirkan pada 2015.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pernyataan yang diterbitkan di laman
resmi WHO itu dijelaskan, untuk mencapai target MDGs penurunan angka kematian
ibu antara 1990 dan 2015 seharusnya 5,5 persen pertahun .
Data WHO, UNICEF, UNFPA dan Bank Dunia menunjukkan angka kematian ibu
hingga saat ini masih kurang dari satu persen per tahun. Tahun 2005, sebanyak
536.000 perempuan meninggal dunia akibat masalah persalinan, lebih rendah dari
jumlah kematian ibu tahun 1990 yang sebanyak 576.000.
Menurut data WHO, sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan
atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di
negara-negaraberkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per
100.000 kelahiran bayihidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di
sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran.
Terlebih lagi, rendahnya penurunan angka kematian ibu global tersebut
merupakan cerminanbelum adanya penurunan angka kematian ibu secara bermakna.
Sebanyak 20-30 persen dari kehamilan mengandung resiko atau komplikasi yang
dapat menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayinya. Salah satu indikator
utama derajat kesehatan suatu negara adalah Angka Kematian
Ibu (AKI).
Ibu (AKI).
Angka Kematian Ibu adalah jumlah wanita yang meninggal mulai dari saat
hamil hingga 6 minggu setelah persalinan per 100.000 persalinan. Angka Kematian
Ibu menunjukkan kemampuan dan kualitas pelayanan kesehatan, kapasitas pelayanan
kesehatan, kualitas pendidikan dan pengetahuan masyarakat, kualitas kesehatan
lingkungan, sosial budaya serta hambatan dalam memperoleh akses terhadap
pelayanan
kesehatan. Tingginya AKI dan lambatnya penurunan angka ini menunjukkan bahwa pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sangat mendesak untuk ditingkatkan baik dari
segi jangkauan maupun kualitas pelayanannya.
kesehatan. Tingginya AKI dan lambatnya penurunan angka ini menunjukkan bahwa pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sangat mendesak untuk ditingkatkan baik dari
segi jangkauan maupun kualitas pelayanannya.
Menurut WHO tahun 2010, sebanyak 536.000 perempuan meninggal akibat
persalinan. Sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan
atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di
negara-negara berkembang merupakan tertinggi dengan 450 kematian ibu per
100.000 kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di 9
negara maju dan 51 negara persemakmuran.
Jumlah angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi diantara
negara-negara ASEAN lainnya. Menurut Depkes tahun 2008 jikadibandingkan AKI
Singapura adalah 6 per 100.000 kelahiran hidup, AKIMalaysia mencapai 160 per
100.000 kelahiran hidup. Bahkan AKI Vietnam sama seperti Negara Malaysia, sudah
mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup, filipina 112 per 100.000 kelahiran
hidup, brunei 33 per 100.000 per kelahiran hidup, sedangkan di Indonesia
228 per 100.000 kelahiran hidup.
Menurut depkes pada tahun 2010, penyebab langsung kematian maternal di
Indonesia terkait kehamilan dan persalinan terutama yaitu perdarahan 28 persen.
Sebab lain, yaitu eklampsi 24 persen, infeksi 11 persen, partus lama 5 persen,
dan abortus 5 persen.
2.
Penyebab Tingginya AKI di Indonesia
Penyebab utama kematian ibu akibat pendarahan,
eklamsi, infeksi dan lain-lain. Kemudian masalah kematian ibu ada yang bersifat
medis karena mengalami 3 keterlambatan yaitu terlambat mengenal tanda bahaya
memutuskan, terlambat merujuk dan terlambat menangani. Dan juga masalah
kematian ibu karena non medis terkait dengan masalah sosial budaya, ekonomi dan
agama.
a.
Pendidikan Ibu Sangat Vital Bagi Kesehatan Anak
Penyerapan
informasi yang beragam dan berbeda sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
seorang ibu. Latar pendidikan formal serta informal akan sangat berpengaruh
pada seluruh aspek kehidupan para ibu mulai dari segi pikiran, perasaan maupun
tindakannya.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, maka akan
semakin tinggi pula kemampuan dasar yang dimiliki ibu dalam merawat anaknya
mulai dari proses kehamilan hingga pemberian Air Susu Ibu (ASI). Tingkat
pendidikan dapat mendasari sikap seorang ibu dalam menyerap dan mengubah sistem
informasi tentang ASI. Dimana ASI merupakan makanan utama dan terbaik untuk bayi
usia 0-2 tahun.
b.
Lebih dari 33 persen Ibu di Indonesia Tidak
Tamat SD
Angka
Kematian Ibu yang begitu tinggi salah satunya karena tingkat pendidikan para
ibu di Indonesia yang masih sangat rendah. Jika kita melihat dari jenjang
pendidikan, data Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyatakan bahwa mayoritas ibu di Indonesia tidak memiliki
ijazah SD, yakni sebesar 33,34 persen. Selanjutnya sebanyak 30,16 persen
ibu hanya memiliki ijazah SD atau sederajat.
Hanya terdapat 16,78 persen ibu yang berpendidikan setara
SMA. Hanya 7,07 persen ibu yang berpendidikan perguruan tinggi.
Tingkat kematian ibu serta gizi bayi di Indonesia begitu buruk. Mau tidak
mau cara paling struktural untuk membenahi kesehatan para ibu dan anaknya
adalah dengan memberi mereka pendidikan yang layak terlebih dahulu.
Bagaimana mungkin seorang ibu bisa mengetahui nutrisi
yang mereka butuhkan selama masa kehamilan jika sama sekali tak pernah
mendengar nama asam folat dan kolin. Padahal keduanya sangat vital pada
masa kehamilan sang ibu. Tentunya pelajaran Biologi dan Kimia di sekolah perlu
lebih mengedepankan nilai-nilai yang mempersiapkan calon-calon ibu di masa
depan dengan mantap.
BAB III
KESIMPULAN DAN
SARAN
A.
Kesimpulan
Hak atas kesehatan reproduksi termasuk hak untuk
mendapat informasi dan pendidikan yang berkait dengan masalah kesehatan
reproduksi; hak untuk kebebasan berpikir, termasuk kebebasan dari penafsiran
ajaran agama, kepercayaan, filosofi, dan tradisi secara sempit yang akan
membatasi kebebasan berpikir tentang pelayanan reproduksi; hak atas kebebasan
dan keamanan individu untuk mengatur kehidupan reproduksinya, termasuk untuk
hamil atau tidak hamil; hak untuk hidup, yaitu dibebaskan dari risiko kematian
karena kehamilan; hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan, termasuk
hak atas informasi, keterjangkauan, pilihan, keamanan, kerahasiaan; hak memilih
bentuk keluarga; dan hak kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik
yang termasuk jaminan atas hak untuk mendesak pemerintah agar menempatkan
masalah kesehatan reproduksi sebagai prioritas dalam kebijakan politik negara.
Dalam konteks prioritas kebijakan negara, maka sudah saatnya sekarang ini memahami kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif.
Dalam konteks prioritas kebijakan negara, maka sudah saatnya sekarang ini memahami kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif.
B.
Saran
Dengan adanya pergeseran paradigma baru kebijakan
pembangunan kesehatan Indonesia melalui program "Indonesia Sehat
2010", maka persoalan kesehatan penduduk dipandang sebagai investasi
terpenting, pemenuhan hak asasi manusia, menekankan pada pencegahan daripada
pengobatan, terintegrasi dengan sistem pembangunan lainnya, dan kemitraan.
Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah Peraturan
Daerah yang lebih memberi bobot pada hidup sehat, bukan pada hidup sakit.
DAFFTAR
PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar