Retensio Plasenta
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat
pada waktunya yang berjudul Askeb
Kegawatdaruratan Pada Retensio Plasenta.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha
Kuasa senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Pematangsiantar, Mei
2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar.................................................................................................................... i
Daftar isi.............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................... 3
2.1 Konsep Retensio Plasenta...................................................................... 3
2.2 Konsep Asuhan
Ibu Bersalin Dengan Retensio Plasenta....................... 15
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 18
Daftar Pustaka 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia
di lingkungan ASEAN, merupakan Negara dengan angka kematian dan perinatal
tertinggi (Ida Bagus Gde Manuaba, 1998). Kematian saat melahirkan biasanya
menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya.
Tahun 2001, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per tahunnya meninggal
saat hamil dan bersalin.
Perdarahan
pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang
disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa,
solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, Retensio placenta dan ruptura
uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan
dimana perdarahan pasca persalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini
sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan
tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di
Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri.
Dan
Retensio plasenta merupakan salah satu masalah yang masih menjadi penyebab
terbesar terjadinya perdarahan post partum dan kematian maternal. Menurut
Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000
kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post
partum. Perdarahan yang disebabkan karena retensio plasenta dapat terjadi
karena plasenta lepas sebagian, yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Salah
satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut, adalah
penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat
dengan masyarakat difokuskan pada tiga pesan kunci making pregnancy safer yaitu
setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih setiap komplikasi obstetric
dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat dan setiap wanita usia subur
mempunyai akses terhadap pencegah kehamilan yang tidak diiginkan dan penanganan
komplikasi keguguran (Djoko Waspodo, 2007)
1.2
Tujuan
a) Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa kebidanan memahami dan mampu
dalam melaksanakan manajemen asuhan kebidanan pada klien dengan Retensio
Plasenta.
b) Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa dapat:
1.
Melakukan
pengkajian pada klien dengan Retensio Plasenta.
2.
Melakukan
identifikasi masalah dan diagnosa Retensio Plasenta.
3.
Menentukan
dan melakukan antisipasi masalah potensial pada Retensio Plasenta
4.
Melakukan
identifikasi kebutuhan segera.
5.
Menentukan
rencana asuhan kebidanan disertai rasional
6.
Melaksanakan
intervensi yang telah ditentukan sesuai dengan kebutuhan klien dengan Retensio
Plasenta
7.
Mengevaluasi
keefektifan dari asuhan kebidanan yang telah diberikan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Konsep Retensio Plasenta
2.1.1
Pengertian Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir setengah
jam setelah janin lahir. (Sarwono
P, 2002).
Retensio
plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hinga melebihi waktu
tiga puluh menit setelah bayi lahir. (Abdul Bari Syaifudin, 2007).
Retensio
plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga sebagian masih melekat
pada tempat implantsi, menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot
uterus, sehingga sebagian pembuluh darah tetapi terbuka serta menimbulkan
perdarahan. (Ida Bagus Gde Manuaba, 2010).
2.1.2 Jenis Retensio Plasenta
a) Plasenta adhesiva
Adalah
implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan
mekanisme separasi fisiologis.
b) Plasenta akreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
c) Plasenta inkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/memasuki miometrium.
d) Plasenta perkreta
Adalah
implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai
lapisan serosa dinding uterus.
e) Plasenta inkarserata
Adalah
tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstruksi ostium
uteri (Abdul Bari Syaifudin, 2007).
2.1.3 Penyebab
/ Etiologi
Menurut
Sarwono P. (Ilmu Bedah Kebidanan, 2002) retensio plasenta disebabkan :
a) Sebab fungsional
His yang kurang kuat atau plasenta sulit
lepas karena tempat melekatnya kurang menguntungkan seperti di sudut tuba atau karena bentuknya luar biasa seperti plasenta membranosea
b)
Ukuran
plasenta sangat kecil.
Menurut Sarwono P (2007) retensio plasenta disebabkan :
1. Plasenta
belum lepas dari dinding uterus.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi
perdarahan, namun jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan
indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena
:
1) Kontraksi
uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (Plasenta adhesiva).
2) Plasenta
melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus
desidua sampai miometrium sampai di bawah peritoneum (plasenta
akreta-perkreta).
2. Plasenta
sudah lepas, akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran
kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
(inkarserasio plasenta). Sehingga diperlukan tindakan manual plasenta.
2.1.5 Gambaran klinis
1) Waktu hamil
1.
Kebanyakan
pasien memiliki kehamilan yang normal.
2.
Insiden
perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya menyertai plasenta
previa.
3.
Terjadi
persalinan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh perdarahan.
4.
Kadang
terjadi ruptur uteri.
2) Persalinan kala I dan II.
Hampir
pada semua kasus proses ini berjalan normal.
3)
Persalinan
kala III
1.
Retensio plasenta menjadi ciri
utama.
2. Perdarahan post partum, jumlahnya
perdarahan tergantung pada derajat perlekatan plasenta, seringkali perdarahan
ditimbulkan oleh Dokter kebidanan ketika ia mencoba untuk mengeluarkan plasenta
secara manual.
3.
Komplikasi
yang serius tetapi jarang dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan ini dapat
tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk mengeluarkan
plasenta.
4.
Ruptura uteri, biasanya terjadi
saat berusaha mengeluarkan plasenta.
2.1.6 Tanda
Dan Gejala
1) Separasi / Akreta Parsial
1. Konsistensi uterus kenyal.
2. TFU setinggi pusat.
3. Bentuk
uterus discoid.
4. Perdarahan
sedang – banyak.
5. Tali pusat terjulur sebagian.
6. Ostium uteri terbuka.
7. Separasi plasenta lepas sebagian.
8. Syok sering.
2)
Plasenta Inkarserata
1.
Konsistensi uterus keras.
2.
TFU 2 jari bawah pusat.
3.
Bentuk uterus globular.
4.
Perdarahan sedang.
5.
Tali pusat terjulur.
6.
Ostium uteri terbuka.
7.
Separasi plasenta sudah lepas.
3) Plasenta Akreta
1.
Konsistensi uterus cukup.
2.
TFU setinggi pusat.
3.
Bentuk uterus discoid.
4.
Perdarahan sedikit / tidak ada.
5.
Tali pusat tidak terjulur.
6.
Ostium uteri terbuka.
7.
Separasi plasenta melekat seluruhnya.
8.
Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat
pada tali pusat.
(Sarwono
Prawirohardjo, 2002)
2.1.7 Komplikasi
1. Perdarahan
2. Infeksi karena sebagai benda mati
3. Dapat terjadi plasenta inkarserata
4. Terjadi polip
palsenta
5. Terjadi degenerasi ganas koriokarsinoma
6. Syok
neurogenik (Ida Bagus Gde Manuaba, 2010) .
2.1.8 Penataksanaan (Ida Bagus Gde Manuaba,
2010)
1)
Retensio
Plasenta dengan Separasi Parsial (Adhesive)
1.
Tentukan jenis Retensio yang terjadi karena berkaitan
dengan tindakan yang akan diambil .
2.
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila
ekpulsi plasenta tidak terjadi, cobakan traksi terkomntrol tali pusat.
3.
Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc Ns/RL dengan
40 tetesan/menit. Bila
perlu kombinasikan dengan misoprostol 400 mg rektal.
4.
Bila
troksi terkontrol gagal, lahirkan plasenta secara hati-hati dan halus.
5.
Lakukan
tranfusi darah bila diperlukan
6.
Berikan
antibiotika profilaksis (ampisilin Iv/oral + metronidazol supositorial/oral )
7.
Segera
atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.
2) Plasenta Inkarserata
1.
Tentukan
diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
2.
Siapkan
peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontruksi servik dan
melahirkan plasenta.
3.
Pilih
fluathane atau eter untuk kontruksi servik yang kuat tetapi siapkan infus
oksitosin 20 IV dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes/menit untuk mengantisipasi
ganguan kontraksi yang disebabkan bahan anestesi tersebut.
4.
Bila
prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum
lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut
berikan analgesik (tramadol 100 mg IV atau pethidme 50 mg IV dan sedotif
(diazepam 5mg IV) pada tabung suntik terpisah.
3)
Plasenta
akreta
Tanda
penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus/korpus
apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam, sulit ditentukan tepi
plasenta karena implantasi yang dalam upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas
pelayanan kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilitas pasien dan
rujuk ke Rumah sakit.
4)
Plasenta
Manual
Menurut
buku Ida Bagus Gde Manuaba 2010, plasenta manual adalah tindakan operasi
kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta.
Penatalaksanaan
plasenta manual :
A. Persetujuan Tindakan Medik
Informed
consent merupakan perstujuan dari pasien dan keluarga terhadap tindakan medic
yang akan dilakukan terhadap dirinya oleh dokter/bidan. Persetujuan diberikan
setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif tentang diagnosis
penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan dilakukan.
B. Persiapan Sebelum Tindakan :
1. Pasien
a.
Cairan dan selang infuse sudah terpasang


b.
Perut bawah dan lipatan paha sudah
dibersihkan.
c.
Uji fungsi dan kelengkapan peralatan
resusitasi

d.
Siapkan kain alas bokong, sarung kaki
dan penutup perut bawah

e.
Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB,
Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT, Tramadol 1-2 mg/kg BB, Sedative (Diazepam 10 mg), Atropine
Sulfas 0,25-0,55 mg/ml, Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin),



f.
Cairan NaCl 0,9% dan RL


g.
Infuse Set


h.
Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)
i.
Oksigen dengan regulator


2. Penolong
a.
Baju kamar tindakan, celemek, masker dan
kaca mata


b.
Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya
sarung tangan panjang



c.
Alas kaki (sepatu boot karet)
3. Instrument
a.
Kocher: 2

b.
Spuit 5 ml
c.
Mangkok tempat plasenta : 1
d.
Kateter karet dan urine bag : 1

e.
Partus set

C. Pencegahan
Infeksi Sebelum Tindakan
Sebelum
melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun dan
air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk
bersih lalu pasang sarung tangan DTT/steril.

D. Tekhnik Manual Plasenta
Untuk mengeluarkan
plasenta yang belum lepas jika masih ada waktu dapat mencoba teknik menurut
Crede yaitu uterus dimasase perlahan sehingga berkontraksi baik, dan dengan
meletakkan 4 jari dibelakang uterus dan ibu jari didepannya, uterus dipencet di
antara jari-jari tersebut dengan maksud untuk melepaskan plasenta dari dinding
uterus dan menekannya keluar. Tindakan ini tidaklah selalu berhasil dan tidak
boleh dilakukan secara kasar.

Sebelum mengerjakan
manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum
penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan
diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan
kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari
dikuncupkan membentuk kerucut.

Dengan ujung jari
menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks
dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat
diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk
kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari
luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah.
Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya
ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian
pinggir plasenta yang terlepas.

Melalui celah tersebut,
selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus
dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti
mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara
tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke
atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.



Setelah plasenta
berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian
dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu eksplorasi
sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan
kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu
ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan
spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan
apabila ditemukan segera di jahit.

Jika setelah plasenta
dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri maka dilakukan
kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk menghetikan perdarahan
dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.
Jika tindakan manual
plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam)
abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta
dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati
karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian
antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.

E.
Komplikasi
Kompikasi dalam
pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi / komplikasi yang berhubungan
dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang berhubungan
dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila
ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan
memasuki miometrium dan tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara
plasenta inakreta dan plasenta perkreta. Plasenta dalam hal ini tidak mudah
untuk dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan disertai dengan
perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk
mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi
dan mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.
F. Dekontaminasi Pasca Tindakan
Alat-alat yang
digunakan untuk menolong di dekontaminasi, termasuk sarung tangan yang telah di
guanakan penolong ke dalam larutan antiseptic
- Cuci Tangan Pascatindakan

- Perawatan Pascatindakan
- Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih diperlukan.

- Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan d dalam kolom yang tersedia.
- Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.
- Beritahukan
pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah seesai tetapi pasien
masih memerlukan perawatan.
2.2.Konsep Asuhan Ibu Bersalin Dengan
Retensio Plasenta
I.
Pengumpulan Data
A.
Identitas
Nama : Ny. A Nama Suami : Tn K
Umur : 25
Tahun Umur : 28
tahun
Suku/kebangsaan : Batak/Indonesia Suku/Kebangsaa :
Batak /indonesia
Agama : Kristen Agama : Kristen
Pendidikan :
SMA Pendidikan : D III
Alamat :
Jalan Medan Alamat :
Jalan Medan
B.
Anamnese
Pada tanggal : 04 February
2014
Pukul : 11.00 Wib Oleh : BIDAN
Keluhan
: Ibu cemas karena plasenta belum keluar setelah setengah jam
bayi lahir
Ibu takut plasenta tidak keluar karena uterus tidak
berkontraksi
Ibu merasa tidak nyaman karena tali pusat masih
menggantung di vulva ibu
C. Pemeriksaan Fisik
1.
Keadaan umum : Lemah
2.
Tanda-tanda vital
a. TD :
100/70 mm Hg
b. Pols :
78x/i
c. R/R :
20 x/i
d. Temperature :
36 C
3.
Wajah
a. Mata : Conjungtiva :
Anemis
4.
Uterus
a. Tinggi fundus uteri :
2 jari diatas pusat
b. Kontraksi :
tidak ada kontraksi
D. Pemeriksaan Penunjang
a. HB : 11 gr%
II.
Interpretasi
Data
1.
Diagnosa :
Ibu kala III dengan Retensio Plasenta
Data dasar :
-Plasenta belum lahir setelah ½ jam bayi lahir
-Tali
pusat berada di vulva
-tidak ada kontraksi
-Perdarahan lebih
kurang 400 cc
2. Masalah : Placenta
bertahan ½ jam setelah bayi lahir
Data dasar :
TFU setinggi 2 jari di atas pusat
3. Kebutuhan :
-Segera keluarkan placenta
-Support mental ibu
III.
Identifikasi Masalah Potensial
a.
Infeksi
b.
Syok Hipovolemik
c.
Pendarahan Post Partum
IV.
Identifikasi
Kebutuhan Segera
a.
Pasang Infus
b. Tindakan Manual Plasenta.
V.
Perencanaan
1.
Berikan surat persutujuan atau
informed consent pada ibu dan keluarga untuk tindakan manual placenta.
2.
Lakukan persiapan manual plasenta,yaitu:
a. Persiapan Alat
b. Persiapan infus 1 buah
c. Standar infus 1 buah
d. Cairan yang diperlukan
e. Plaster secukupnya
f. Gunting 1 buah
g. Alkohol
h. Kain Kasa secukupnya
i.
Bethadine secukupnya
j.
Nierbekken 1 buah
k. Short
l.
Sampiran
m. Lampu sorot
3.
Persiapan obat-obatan
a. Spuit 3 cc 1 set
b. Obat-obatan analgetik (Pethidine)
c. Obat sedative
(valium)
d. Obat Uterotonika
(Methergine)
e. Alkohol
4.
Melakukan Tindakan Manual plasenta
VI.
Pelaksanaan
a.
Atur posisi ibu dengan posisi Litotomi
b.
Beritahu ibu sebelum melakukan perasat
c.
Dekatkan alat-alat
d.
Pasang sampiran
e.
Pasang lampu sorot
f.
Bidan mencuci tangan dengan 7 langkah
g.
Pasang handschoen steril
h.
Lakukan vulva hygiene
i.
Siram tali pusat dengan air DTT,ganti klem
yang baru
j.
Tali pusat diluruskan,tangan kanan memegang tali pusat
dengan mantap, meneiusuri tali pusat sampai kedalam uterus tepat sampai ujung
pangkal placenta.
k.
Tangan kiri menahan fundus Uteri
l.
Selipkan sisi jari tangan diantara bagian dinding
uterus dengan telapak tangan menghadap plasenta.
m.
Lakukan menyayat dengan sisi tangan
n.
Lahirkan plasenta saat uterus berkontraksi
o.
Massage uterus ,jaga agar tetap berkontraksi.
p.
Periksa placenta dengan lengkap.
q.
Lakukan vulva hygiene.
r.
Cek perdarahan.
s.
Beri Oksitoksin 10 Unit dan methargin 1 ampul
t.
Bereskan alat2 dan rendam dengan tehnik
aseptik.
u.
Cuci tangan.
v.
Kaji keadaan iumum ibu dan perdarahan.
VII.
Evaluasi
1. Manual Placenta telah
dilakukan
2. Placenta lahir utuh
dan lengkap
3. Perdarahan 300 ml
4. Uterus berkontraksi
dengan baik
5. Oksitoksin 1 Unit dan
methargin 1 amp telah diberikan
6. TFU 2 jari dibawah
pusat
7. Keadaan umum ibu baik dengan :
a.
TD :
100/70 mm Hg
b. Pols :
78x/i
c. R/R :
20 x/i
d. Temp :
36,5 c
8. Alat-alat
telah didesinfektan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Suatu
asuhan kebidanan dikatakan berhasil apabila selain ibuny juga bayi dan
keluarganya yang diberikan pelayanan berada dalam kondisi yang optimal.
Memberikan pertolongan dengan segera, aman dan bersih adalah bagian asensial
dari asuhan bayi baru lahir. Sebagian besar kesakitan dan kematian bayi baru
lahir disebabkan oleh asfiksia, hipotermi dan atau infeksi. Kesakitan dan
kematian bayi baru lahir dapat dicegah bila asfiksia segera dikenali dan
ditatalaksana secara adekuat, dibarengi pula dengan pencegahan hipotermi dan
infeksi
B.
Saran
Dengan
penyusunan makalah ini diharapkan para pembaca khususnya para petugas kesehatan
terutama bidan dapat berperan serta dalam pertolongan pertama kegawatdaruratan
obstetrik dan neonatus. Sehingga pada akhirnya dapat menurunkan angka kesakitan
dan angka kematian pada ibu dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Alhamsyah.
2007. Retensio Plasenta. http:/ www. alhamsyah. com/ 2007/ 01/ 04/
referat-retensio-plasenta
Manuaba.
2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Mochtar,
Rustam. 1998.Sinopsis Obstetri Fisiologis dan Patologis, Jilid 1 edisi
II, Jakarta : EGC.
Prawirohardjo,
Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Prawirohardjo,
Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Saifudin,
Abdul Bari dkk. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta.
Saifudin,
Abdul Bari dkk. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Komentar
Posting Komentar