Komplikasi persalinan kala III dan IV
Persalinan
merupakan salah satu kejadian besar bagi seorang ibu. Diperlukan segenap
kemampuan baik tenaga maupun pikiran guna melalui tahapan prosesnya. Banyak ibu
hamil dapat melalui proses persalinan dengan lancar dan selamat. Namun banyak
pula, persalinan menyebabkan terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh
berbagai hal. Berikut beberapa komplikasi yang biasa terjadi pada persalinan
Persalinan Dengan Penyulit Kala III Dan IV
KALA III
Persalinan Dengan Penyulit Kala III Dan IV
KALA III
KOMPLIKASI, KELAINAN, PENYAKIT DALAM MASA PERSALINAN”
1.
1. Penyulit Kala III Persalinan
2. Atonia Uteri
Uterus
gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan
Penyebab
a. Partus lama
b. Pembesaran uterus yang berlebihan
pada waktu hamil seperti pada kehamilan kembar, hidramnion atau janin besar
c. Multiparitas
d. Anastesi yang dalam
e. Anastesi lumbal
Penatalaksanaan
a. Bersihkan semua gumpalan darah atau
membran yang mungkin berada di dalam mulut uterus atau di dalam uterus
b. Segera mlai melakukan kompresi
bimanual interna.
c. Jika uterus sudam mulai berkontraksi
secara perlahan di tarik tangan penolong. Jika uterus sudah berkontraksi,
lanjutkan memantau ibu secara ketat
d. Jika uterus tidak berkontraksi
setelah 5 menit, minta anggota keluarga melakukan bimanual interna sementara
penolong memeberikan metergin 0,2 mg IM dan mulai memberikan IV (RL dengan 20
UI oksitosin/500 cc dengan tetesan cepat).
e. Jika uterus masih juga belum
berkontraksi mulai lagi kompresi bimanual interna setelah anda memberikan
injeksi metergin dan sudah mulai IV
f. Jika uterus masih juga belum
berkontraksi dalam 5-7 menit, bersiaplah untuk melakukan rujukan dengan IV
terpasang pada 500 cc/jam hingga tiba di tempat r ujukan atau sebanyak 1,5 L
seluruhnya diinfuskan kemudian teruskan dengan laju infus 125 cc/jam.
3. Retensio Plasenta
Plasenta
atau bagian-bagianya dapat tetap berada di dalam uterus setelah bayi lahir.
Penyebab
a. Plasenta belum lepas dari didnding
uterus
b. Plasenta sudah lepas tetapi belum
dilahirkan (disebabkan karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena
salah penanganan kala III)
c. Kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta
d. Plasenta melekat erat pada
dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus desidua sampai
miometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)
Penatalaksanaan
a. Jika plasenta terliahat dalam
vagina, mintalah ibu untuk mengejan. Jika anda dapat merasakan adanya plasenta
dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
b. Pastikan kandung kemih sudah kosong.
Jika diperlukan, lakukan katerisasi kandung kemih
c. Jika plasenta belum keluar, berikan
oksitosin 10 Unit IM, jika belum dilakuak dalam penanganan aktif kala III
d. Jika plasenta belum dilahirkan
setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan
penarikan tali pusat terkendali
e. Jika traksi tali pusat terkendali
belum berhasil, cobalan untukmengeluarkan plasenta secara manual. Jika
perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan
terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat
pecah dengan mudam menunjukan koagulapati
f. Jika terdapat tanda-tanda infeksi
(demam, secret vagina yang berbau), berikan antibiotik untuk metritis.
4. Emboli Air Ketuban
Emboli air ketuban menimbulkan syok yang sangat mendadak dan biasanya berakhir
dengan kematian. Dengan mendadak penderita menjadi gelisah, sesak nafas,
kejang-kejang dan meninggal kemudian. Emboli air ketuban terjadi pada his yang
kuat dengan ketuban yang biasanya sudah pecah. Karena his kuat, air ketuban
dengan mekonium, rambut lanuago dan vernik kaseosa masuk kedalam sinus-sinus
dalam dinding uterus dan dibawa ke paru-paru. Pada syok karena emboli air
ketuban sering ditemukan gangguan dalam pembekuan darah
KALA IV
KALA IV
Perdarahan Masa Nifas
Perdarahan
postpartum atau pendarahan pasca persalinan adalah perdarahan dengan jumlah
lebih dari 500 ml setelah bayi lahir. Ada dua jenis menurut waktunya, yaitu
perdarahan dalam 24 jam pertama setelah melahirkan dan perdarahan nifas.
Penyebab
tersering adalah atoni uteri, yakni otot rahim tidak berkontraksi sebagaimana
mestinya segera setelah bayi lahir. Normalnya, setelah bayi dan plasenta lahir
otot-otot rahim akan berkontraksi sehingga pembuluh darah akan menutup dan
perdarahan akan berhenti. Namun, terjadi atoni uteri, rahim tidak dapat
berkontraksi dengan baik, sehingga pembuluh darah tetap terbuka. Dengan
demikian terjadilah perdarahan postpartum.
Perdarahan
post partum dalam 24 jam pertama biasanya masih berada dalam pengawasan ketat
dokter. Dalam dua jam pertama, kondisi Anda terus dipantau, salah satunya untuk
mengetahui apakah terdapat perdarahan post partum.
Sementara
itu, perdarahan masa nifas dapat terjadi ketika Anda sudah tidak berada di
rumah sakit lagi. Oleh karena itu Anda harus waspada terhadap kemungkinan
terjadinya perdarahan post partum. Beberapa hal yang lajim, misalnya wajah
tampak pucat, nadi teraba cepat dan kecil, kulit kaki dan tangan dingin, serta
perdarahan melalui vagina yang terjadi berulang, banyak, dan menetap, atau
perdarahan di vagina yang disertai bau busuk. Jika mengalami hal seperti itu
segera pergi ke dokter atau rumah sakit terdekat.
Penanganan
dilakukan tergantung penyebab dan banyaknya perdarahan. Perdarahan pada 24 jam
pertama persalinan umumnya disebabkan oleh robekan/trauma jalan lahir, adanya
sisa plasenta ataupun atoni uteri. Apabila penyebabnya adalah atoni uteri,
penanganannya disesuaikan dengan derajat keparahannya. Jika perdarahan tidak
banyak, dokter akan memberikan uterotonika (obat perangsang kontraksi rahim),
mengurut rahim, dan memasang gurita. Bila perdarahan belum berhenti dan
bertambah banyak, selanjutnya diberikan infus dan tranfusi darah, lalu dokter
akan melakukan beberapa teknik (manufer). Dan bila belum tertolong juga maka
usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan dengan dua cara
yaitu mengikat pembuluh darah atau mengangkat rahim (histerektomi).
Perdarahan
pada masa nifas umumnya disebabkan oleh infeksi. Jika perdarahan disertai pasca
persalinan, maka selain pemberian uterotonika, dokter akan memberikan juga anti
biotik yang memakai adekuat.
Infeksi Pasca Persalinan (Postpartum)
Infeksi post
partum adalah infeksi yang terjadi setelah ibu melahirkan. Keadaan ini ditandai
oleh peningkatan suhu tubuh, yang dilakukan pada dua kali pemeriksaan, selang
waktu enam jam dalam 24 jam pertama setelah persalinan. Jika suhu tubuh
mencapai 38 derajat celcius dan tidak ditemukan penyebab lainnya (misalnya
bronhitis), maka dikatakan bahwa telah terjadi infeksi post partum.
Infeksi yang
secara langsung berhubungan dengan proses persalinan adalah infeksi pada rahim,
daerah sekitar rahim, atau vagina. Infeksi ginjal juga terjadi segera setelah
persalinan.
Beberapa
keadaan pada ibu yang mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi post
partum, antara lain anemia, hipertensi pada kehamilan, pemeriksaan pada vagina
berulang-ulang, penundaan persalinan selama lebih dari enam jam setelah ketuban
pecah, persalinan lama, operasi caesar, tertinggalnya bagian plasenta didalam
rahim, dan terjadinya perdarahan hebat setelah persalinan.
Gejalanya
antara lain menggigil, sakit kepala, merasa tidak enak badan, wajah pucat,
denyut jantung cepat, peningkatan sel darah putih, rasa nyeri jika bagian perut
ditekan, dan cairan yang keluar dari rahim berbau busuk. Jika infeksi menyerang
jaringan disekeliling rahim, maka nyeri dan demamnya lebih hebat.
Ruptur Uteri
Secara sederhana
ruptur uteri adalah robekan pada rahim atau rahim tidak utuh. Terdapat keadaan
yang meningkatkan kejadian ruptur uteri, misalnya ibu yang mengalami operasi
caesar pada kehamilan sebelumnya. Selain itu, kehamilan dengan janin yang
terlalu besar, kehamilan dengan peregangan rahim yang berlebihan, seperti pada
kehamilan kembar, dapat pula menyebabkan rahim sangat teregang dan menipis
sehingga robek. Gejala yang sering muncul adalah nyeri yang sangat berat dan
denyut jantung janin yang tidak normal.
Pada keadaan
awal, jika segera diketahui dan ditangani dapat tidak menimbulkan gejala dan
tidak mempengaruhi keadaan Anda dan janin. Namun, jika robekan yang luas dan
menyebaabkan perdarahan yang banyak, dokter akan segera melakukan operasi
segera untuk melahirkan bayi sampai pada pengangkatan rahim. Hal ini bertujuan
agar Anda tidak kehilangan darah terlalu banyak, dan bayipun dapat
diselamatkan. Perdarahan hebat juga memerlukan trafusi darah dan pertolongan
darurat lainnya, sampai pada dibutuhkannya fasilitas ICU dan NICU.
Apabila
terjadi perdarahan yang hebat dalam perut ibu, hal ini mengakibatkan
suplai darah ke plasenta dan janin menjadi berkurang, sehingga dapat
menyebabkan kematian janin dan ibu.
Jika ibu
memiliki riwayat ruptur uteri pada kehamilan sebelumnya, disarankan untuk tidak
hamil lagi sebab beresiko terjadinya ruptur uteri yang berulang. Namun, jika
Anda hamil lagi, diperlukan pengawasan yang ketet selama kehamilan, kemudian
bayi akan dilahirkan dengan cara caesar.
Trauma Perineum
Parineum adalah
otot, kulit, dan jaringan yang ada diantara kelamin dan anus. Trauma perineum
adalah luka pada perineum sering terjadi saat proses persalinan. Hal ini karena
desakan kepala atau bagian tubuh janin secara tiba-tiba, sehingga kulit dan
jaringan perineum robek.
Berdasapkan
tingkat keparahannya, trauma perineum dibagi menjadi derajat satu hingga empat.
Trauma derajat satu ditandai adanya luka pada lapisan kulit dan lapisan mukosa
saluran vagina. Perdarahannya biasanya sedikit. Trauma derajat dua, luka sudah
mencapai otot. Trauma derajat tiga dan empat meliputi daerah yang lebih luas,
bahkan pada derajat empat telah mencapai otot-otot anus, sehingga pendarahannya
pun lebih banyak.
Trauma
parineum lebih sering terjadi pada keadaan-keadaan seperti ukuran janin terlalu
besar, proses persalinan yang lama, serta penggunaan alat bantu persalinan
(misal forsep).
Adanya luka
pada jalan lahir tentu saja menimbulkan rasa nyeri yang bertahan selama
beberapa minggu setelah melahirkan. Anda dapat pula mengeluhkan nyeri ketika
berhubungan intim.
Saat
persalinan, terkadang dokter melakukan episiotomi, yaitu menggunting perineum
untuk mengurangi trauma yang berlebihan pada daerah perineum dan mencegah
robekan perineum yang tidak beraturan. Dengan episiotomi, perineum digunting
agar jalan lahir lebih luas. dengan demikian perlukaan yang terjadi dapat
diminimalkan.
Komentar
Posting Komentar